RESUME 8 KALIMAT Al-Thayyibah
Ringan di Lisan Berat di Timbangan Amal
Judul Buku : 8 KALIMAT
Al-Thayyibah (Ringan di Lisan Berat di Timbangan Amal)
Jenis Buku : Agama
Pengarang : M. Fauzi
Rachman
Penerbit : Mizan
(PT Mizan Pustaka Anggota IKAPI)
Cetakan : I,
Desember 2008/Dzulhijjah 1429 H
Halaman Buku : 186 Halaman
Panjang Buku : 19 cm
Tebal Buku : 1 cm
Harga Buku : Rp 5000,00
Isi
Buku
Bab 1 BASMALAH
1.
Makna Isim dan Allah
Keutamaan basmalah itu meliputi segala bentuk tasmiyah, yaitu
menyebut nama Allah baik dengan ucapan bismillah atau bismillahirrahmanirrahim.
Kata isim diambil dari kata al-sumuww yang berarti “tinggi”, atau
al-simah yang berarti “tanda”. Jadi sebuah nama itu menjadi tanda bagi sesuatu
yang harus dijunjung tinggi.
Menurut Allamah Thabathaba’i, preposisi “bi” dalam bismilah
mempunyai hubungan dengan kata “aku memulai” maknanya memulai pembicaraan
dengan-Nya.
Imam
Al-Qurthubi mengungkapkan, “para ulama menjelaskan bahwa “bismillahirrahmanirrahim
merupakan sumpah dari Tuhan kita yang diturunkan pada awal setiap surah, untuk
menunjukan kepada para hamba-Nya bahwa yang diturunkan oleh Allah dalam surah
ini adalah kebenaran dan Allah menjamin akan memberikan segala janji, kasih
sayang, dan kebaikan yang Allah paparkan dalam surah ini.”
Banyak
sekali yang berpendapat tetapi saya Cuma mengambil 1 perkataan ulama saja.
2.
Makna Al-Rahman dan Al-Rahim
Di
dalam Al-Qur’an kata Al-Rahman terulang sebanyak 57 kali, sedangkan Al-Rahim
sebanyak 95 kali. Ulama berpendapat bahwa kata Al-Rahman dan Al-Rahim keduanya
terambil dari akar kata yang sama, yakni “rahmat”, ada juga yang berpendapat
bahwa kata Al-Rahman tidak berakar kata, dan karena itu pula_lanjut
mereka_orang-orang musyrik tidak mengenal siapa Al-Rahman. Terbukti dalam
firman-Nya, Apabila diperintahkan kepada mereka sujudlah kepada Al-Rahman,
mereka bertanya, “siapakah Al-Rahman itu? Apakah kami bersujud kepada sesuatu
yang engkau perintahkan kepada kami?” perintah ini menambah mereka menjauhi diri
dari keimanan (QS Al-Furqan [25]: 60).
“Nama
`Allah` menunjukan bahwa Dialah yang merupakan ma`luh (yang disembah) dan
ma`bud (yang diibadahi). Seluruh mahluk beribadah kepada-Nya dengan penuh
kecintaan, pengagungan, dan ketundukan.”Ibn Al-Qayyim dan Al-Jauziyyah.
3.
Kekuatan Basmalah
Basmalah
mempunyai kekuatan dalam kehidupan. Tetapi adakalanya Rasulullah tidak
mengucapkan bismillahirrahmanirrahim.kemudian beliau juga langsung menyebut
kata Allah tanpa menyisipkan kata isim.
Salah
satu do’a beliau adalah:
Ya
Allah, dengan Engkau aku memasuki waktu pagi dan petang. Yakni, dengan kekuasaan-Mu, kami memasukinya.
Sebelum
tidur beliau berdoa:
Dengan
nama-Mu, ya Allah, aku tidur dan bangun. Yakni,
demi karena Engkau Aku hidup dan mati. Doa ini sejalan dan semakna dengan
perintah-Nya, Katakanlah, “sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta Alam” (QS Al-An’am [6] 162)
“Barang
siapa yang membaca bismillahirrahmanirrahim sebanyak 21 kali ketika
hendak tidur, insya Allah aman sentosa pada malam itu dari gangguan setan, dari
mati secara terkejut, dan dari kejahatan manusia seperti pencuri dan
lain-lain.” Rasulullah Saw
4.
Meneladani Basmalah dalam Kehidupan
Jika
Anda ingin meneladani basmalah ini, terlebih dahulu Anda harus menyadari
bahwa seluruh isim (nama) adalah milik Allah, Hanya milik Allah Al-Asma
Al-Husna (nama-nama yang baik)... (QS Al-A’raf [7]: 180)
“Berakhlaklah
dengan akhlak Allah,” dinyatakan oleh
sementara ulama sebagai sabda Nabi Muhammad Saw. Salah satu dari definisi
agama/keberagamaan adalah “upaya meneladani Tuhan dalam sifat-sifat-Nya”. Allah
Swt bersifat azaly dan qadim, serta memiliki kesempurnaan mutlak, berbeda
dengan makhluk.
Para
pakar tasawuf berpendapat bahwa keberhasilan meneladani Tuhan dalam
nama-nama-Nya diraih dengan bertahap:
a.
Meningkatkan
makrifat melalui pengetahuan dan ketakwaan.
b.
Membebaskan
diri dari perbudakan syahwat dan hawa nafsu.
c.
Menyucikan
jiwa dengan jalan berakhlak dengan akhlak Allah.
Memang
banyak pekerjaan yang dilakukan seseorang, bahkan boleh jadi pekerjaan besar,
tetapi tidak berbekas sedikit pun serta tidak ada manfaatnya bukan hanya di
akhirat kelak, di dunia pun ia tidak bermanfaat. Allah Swt. Berfirman, kami
hadapi hasil karya mereka kemudian kami jadikan ia (bagaikan) debu yang
berterbangan (sia-sia belaka) (QS Al-Furqan [25]: 23).
Bab 2 TASBIH
1.
Makna Subhanallah
Kata
tasbih berasal dari kata sabaha, yang berarti
berjalan cepat. Ia merupakan bentuk turunan sabaha – yasbahu –
sabahatan. Sabahah bisa terjadi di air (renang) dan di udara
(terbang), sebagaimana disebutkan dalam firman Allah, dan masing-masing
beredar pada garis edarnya (QS Ya Sin [36]: 40). Sementara itu, tasbih
dalam konteks ibadah adalah menyucikan Allah Swt.
Kata
tasbih juga bisa berasal dari sabaha yang berarti
jauh dan tinggi. Maksudnya adalah jauh daru segi ungkapan dan tingkatan yang
memiliki arti tinggi. Jadi kata subhanallah mengandung arti
ketinggian dan kesucian maqam Allah dari segenap kekurangan.
Tasbih
bisa dengan ucapan dan bisa dengan amal, dan bisa dengan kedua-duanya. Karena
itu, shalat disebut tasbih sebagaimana dalam firman-Nya, maka kalau sekiranya
ia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan
tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari kebangkitan – QS Al-Shaffat [37]:
143-144
2.
Kisah Nabi Yunus a.s. dan Kalimat Tasbih
Kisah
nabi yunus a.s. dinyatakan dalam Al-Quran, Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun
(Yunus), ketika iya pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami
tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang
sangat gelap, “Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maksud
Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim” (QS Al-Anbiya [21]:
87)
3.
Kekuatan Tasbih
Zikir
dengan kalimat-kalimat tasbih amatlah beragam. Tujuannya adalah upaya
menyucikan allah dari segala macam keburukan.
Abu
Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “ada dua kalimat yang
ringan diucapkan, tetapi berat dalam timbangan dan disukai oleh Tuhan Yang Maha
Pemurah.
4.
Meneladani Tasbih dalam Kehidupan
Kini
kita bertanya apakah buah dari upaya manusia meneladani sifat kesucian Allah
itu? Jika kita memahami kesucian dalam arti yang dikemukakan Imam Al-Ghazali –
kesucian seseorang hamba adalah dengan menyucikan kehendak dan pengatahuannya.
Pengetahuannya disucikan sehingga pandangan dan pengetahuannya berkisar pada
persoalan-persoalan keabadian. Ia hendaknya bebas dari persoalan-persoalan yang
bersifat indriawi atau imajinatif.
Bab 3 TAHMID
Tidak ada komentar:
Posting Komentar